“Memang sih, Satpol PP rutin menyapu kawasan Lawang Sewu. Saya dan teman PKL lain selalu lari begitu tahu mereka beroperasi,” ujarnya (17/06).
Menurutnya, PKL sebenarnya lebih senang menempati lokasi jualan yang disediakan Pemkot Semarang meskipun harus membayar.
“Daripada gerobaknya diangkut Satpol PP, ngurusnya harus ke RT/ RW hingga kecamatan. Dan prosedur pengambilannya memakan waktu dua minggu. Itu sangat menyusahkan kami,” imbuhnya.
Tidak hanya PKL yang dituding menjadi biang kemacetan area Lawang Sewu, tetapi munculnya lahan parkir liar di sepanjang sungai kecil. Tempo dulu sungai tersebut dipakai untuk menghukum tentara Indonesia dengan cara direndam setengah badan, jika tertangkap oleh tentara Jepang. Dyah Kusuma Wardhani