Kalimat terakhir sebaiknya tidak dipadankan dengan kata ambisi, sebab keduanya adalah dua hal berbeda. Padahal, bahwa Mas Gibran sebelumnya tercatat sebagai pengusaha sukses untuk bidang yang sesuai dengan nafasnya: bisnis kuliner.
Mungkin masih ada bisnis lain, selain kuliner yang juga sukses, namun yang tertangkap saat ini adalah kuliner. Masyarakat menyambut baik bisnis makanan kecil – yang meskipun menurut ukuran masyarakat kecil masih agak mahal – karena berbagai opini warga mereka sempat keheranan. Anaknya presiden kok mau-maunya jualan martabak, mengurusi kuliner rumah makan, katering, es doger, service peralatan elektronik, pelatihan bahasa Inggris buat karyawan, dan anak lainnya juga bermain pisang goreng. Sepertinya bisnis kuliner semacam ini sudah bagus dan patut ditingkatkan, terlepas dari kekhawatiran bahwa penjualan akan merosot jika Pak Jokowi sudah tak lagi jadi presiden.
Terkait dengan keinginan berpolitik, ada obrolan begini. Andai saja masih bisa diberi masukan, sebaiknya keinginan untuk maju sebagai calon walikota Surakarta hendaknya ditahan dulu, sampai Mas Gibran benar-benar matang berpolitik sebab usianya masih begitu muda dan kesempatannya masih terbentang di depan. Tak perlu khawatir bahwa nama besar Mas Gibran akan raib seiring usainya kepemimpinan Pak Jokowi. Bukan berarti Mas Gibran tak mampu, tetapi urusan mengelola publik secara makro bukan perkara mudah. Dan tak bisa jika setiap saat harus minta petunjuk pada sang ayah.